SERANG, TOPmedia - Ketua Komisi V DPRD Banten M. Nizar meminta kepada Gubernur Banten Wahidin Halim untuk legowo atau bijak dalam menyikapi kemelut permasalahan UMK Provinsi Banten Tahun 2022 yang sampai saat ini masih terus bergulir dan berujung pada penerobosan hingga masuk kedalam ruang Gubernur.
Menurutnya, Gubernur Banten harus bisa memaafkan sekaligus memberikan pemahaman kepada buruh, terkait kebijakan yang sebelumnya pernah ia ambil tersebut sehingga dirinya tidak bisa merubahnya.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Gubernur Banten telah menentapkan UMK Provinsi Banten tahun 2022. Dimana, kenaikan UMK tertinggi di Kota Tangerang Selatan sebesar 1,17 persen.
Hal itu mengacu pada peraturan perundang-undangan yg berlaku yaitu PP No. 36/2021 tentang Pengupahan sebagai produk hukum turunan dari UU No.11tahun 2020 tentang Cipta Kerja yangg dinyatakan masih berlaku oleh Mahkamah Konstitusi.
Mengenai rinciannya sendiri UMK Tahun 2022 se-Provinsi Banten, untuk Kabupaten Pandeglang tidak ada kenaikan atau tetap Rp 2.800.292.64. Kabupaten Lebak naik menjadi Rp 2.773.590.40 dari Rp 2.751.313.81 atau naik 0,81 persen. Kabupaten Serang tidak ada kenaikan atau tetap Rp 4.215.180.86.
Kabupaten Tangerang tidak ada kenaikan atau tetap Rp 4.230.792.65.
Kota Tangerang naik menjadi Rp 4.285.798.90 dari Rp 4.262.015.37 atau naik 0,56 persen.
Kota Tangerang Selatan naik menjadi Rp 4.280.214.51 dari Rp 4.230.792.65 atau naik 1,17 persen. Kota Cilegon naik menjadi Rp 4.340.254.18 dari Rp 4.309.772.64 atau naik 0,71 persen.
Kota Serang naik menjadi Rp 3.850.526.18 dari Rp 3.830.549.10 atau naik 0,52 persen.
Sementara pada sisi lain, buruh meminta kenaikan UMk mencapai 5,4 persen.
Sambung Nizar, menyikapi kondisi antara buruh dengan Pemprov Banten tersebut, kembali pihaknya meminta kepada Gubernur Banten agar mau berdiskusi dan duduk bersama buruh, sekaligus mencairkan suasana agar kondusif atas isu yang belum menemui titik temu tersebut.
"Sebagai bapak, sudah sepatutnya mau menemui masyarakatnya, termasuk buruh. Bangun komunikasi dengan duduk bersama, temui mereka," katanya
Meski begitu, pihaknya juga mengaku prihatin atas pristiwa pendudukan kantor Gubernur, termasuk sampai berujung terjadinya pencopotan Kasatpol PP Banten.
"Karena apapun itu kita harus hargai bahwa kantor Gubernur bagian dari simbol Daerah. Kebijakan mencopot Kasatpol PP juga seharusnya tidak perlu terjadi, cukup ditegur saja, karena Pol PP itu tidak memiliki kewenangan penindakan," tandasnya.